top of page

Create Your First Project

Start adding your projects to your portfolio. Click on "Manage Projects" to get started

Despite everything, it's still you.

Fanfiction

by fairyndiary

Date

September 2024

Semuanya baik-baik saja. Bahkan jika dia telah menerima banyak kesakitan yang menyiksa demi cintanya, pada akhirnya semua baik-baik saja.

Harst ada di dekatnya. Harst ada dalam genggamannya. Hanya dengan itu, Ezra merasa baik-baik saja.

Mereka berjalan beriringan di taman, ditemani senandung kecil yang dibuat Harst. Suaranya yang merdu berpadu dengan suara semilir angin, mengundang senyum manis tersungging di wajah tampan si surai biru.

Ezra membawa Harst duduk di atas rumput, di tempat paling indah dan nyaman yang mampu ia temui di taman. Mereka duduk berhadapan, dan dari sudut ini, Ezra mampu melihat indah kehadiran si surai hitam putih menyatu dengan warna warni bunga di taman.

Ezra mabuk cinta. Ia mencuri satu kecupan cepat di bibir Harst, buat Harst berhenti bersenandung. Tatapan galak Harst disambut cengiran konyol Ezra.

"Apa-apaan itu?”

“Ciuman super kilat?” Ezra membalas. Senyum manis masih tersungging di wajahnya yang tampan, buat omelan apapun yang hendak Harst keluarkan menjadi tertahan di tenggorokan.

Harst berdecih kecil, menghindari tatapan sayang yang Ezra tunjukkan padanya tanpa tahu malu. Gerutuan kecil keluar dari bibir Harst bagai bisikan, sedang tangannya bergerak untuk tutupi bibir Ezra yang tak kunjung berhenti tersenyum.

Senyum Ezra terlihat indah. Harst tidak akan mengakuinya di depan Ezra, tapi alam semesta tahu bahwa senyum Ezra adalah satu hal terindah yang mampu Harst lihat dalam hidupnya.

Tubuh Harst tersentak saat rasakan bibir Ezra bergerak memberi banyak kecupan di telapak tangannya. Harst menarik tangannya sambil melotot pada kekasihnya.

"Kamu gila, ya?”

“Gila karena kamu, hehe.”

Semilir angin yang berembus buat tubuh Harst sedikit kedinginan, namun ia rasakan hangat menjalar dari wajah hingga lehernya.

Kehadiran Ezra sendiri sudah buat jantungnya berdebar menyenangkan. Kalimat manis yang keluar dari bibir si surai biru hanya buat Harst terus tersipu.

Harst memeluk kedua lututnya, membawa wajahnya yang merona bersembunyi di sana. Ia tidak bergerak ketika jari-jari Ezra mainkan surai panjangnya.

“Harst, kamu kedinginan?” Ezra bertanya saat menyadari tubuh kekasihnya yang sedikit gemetar.

“Sedikit.”

Suara Harst terdengar samar, namun Ezra masih mampu menangkap suaranya. Ia bergerak mendekat, kemudian membawa tubuh Harst ke dalam dekapan hangatnya.

Manik merah Harst menatap tumbuhan yang bergerak terbawa angin. Ia bersenandung kecil saat raskaan sentuhan lembut Ezra di rambutnya yang panjang.

Aman. Nyaman.

Harst pikir, ini adalah tempat yang cocok untuk ia melanjutkan hidup. Sebaik-baiknya rumah yang bisa ia tinggali dalam waktu yang lama. Seumur hidupnya.

“Sudah hangat?” Ezra bertanya. Suaranya mengudara dengan begitu lembut.

“Hangat. Rasanya seperti sedang dipeluk seekor beruang.”

“Memangnya kamu pernah dipeluk beruang?” Telunjuk Ezra bergerak menusuk-nusuk pipi Harst ketika ia bertanya.

Harst menggeleng. “Tidak pernah.”

Tawa keduanya mengudara, berpadu menjadi sesuatu yang terdengar merdu di telinga Harst. Tangannya bergerak mengenggam tangan besar Ezra, mengisi sela-sela jari Ezra kemudian tersenyum kecil.

“Sangat pas, kan?”

Harst mengangguk kecil. “Pas.”

“Itu karena kita belahan jiwa, kita pasangan yang ditakdirkan untuk selalu bersama. Bahkan kematian pun tidak bisa pisahkan kita. Cinta kita terlalu kuat, Harst. Kamu harus tau itu.” Ezra menjawab dengan begitu percaya diri.

Harst tersenyum kecil. Ia mengenggam tangan Ezra lebih semakin erat, pastikan cukup kuat hingga tidak ada apapun di dunia ini yang mampu pisahkan mereka. Bahkan jika itu adalah kematian.

“Semuanya sudah baik-baik saja sekarang, Ezra. Jadi, kamu tidak perlu mati lagi.”

Benar. Semuanya sudah baik-baik saja. Tidak ada apapun lagi yang perlu Ezra khawatirkan. Dia hanya perlu mengenggam tangan Harst dengan erat, terus memeluk tubuhnya sambil beri kecupan-kecupan kecil di atas kepalanya.

Hanya itu.

Namun ada beberapa hal yang tetap tinggal dalam dirinya, hal-hal yang Ezra tidak tahu bagaimana melepaskannya, atau bagaimana menyembuhkannya.

Kematian sudah ia jumpai berkali-kali. Ezra berpikir bahwa ia bahkan sudah berteman dengannya. Bayangan itu terus mengikutinya kemana pun kakinya melangkah—terlalu sering hingga buat ia takut.

Bagaimana jika ia kembali mati?
Bagaimana jika itu adalah kematian untuk selamanya?
Bagaimana jika ia mati, dan tidak lagi mampu untuk hidup?

Jika ia mati, ia tidak akan mampu melihat Harst. Ia tidak akan mengingat Harst.

Ezra ketakutan.

Ketakutan itu mengaburkan apapun yang ada di sekelilingnya. Ada riuh di kepala yang tidak mampu ia redam, ia bahkan tidak lagi mendengar senandung indah Harst atau suara tumbuhan yang bergerak terbawa angin.

Ezra bermimpi. Ia bermimpi terjebak dalam ruang yang sempit dan gelap. Rasanya menyesakkan. Tubuhnya gemetar hebat, dan tangannya tanpa sadar mencengkeram rambut panjangnya.

Ia berpikir bahwa kematian kembali mendatanginya, kemudian bernapas menjadi sesuatu yang begitu sulit untuk dilakukan.

Ezra hampir berteriak saat tiba-tiba merasakan napas seseorang di bibirnya. Tubuhnya berada di dekapan seseorang. Ruang yang dingin menjadi hangat.

Ketika Ezra membuka kedua matanya, ia dapati wajah Harst yang tengah menangis.

“Tidak apa-apa, Ezra. Bernapaslah. Semuanya baik-baik saja. Kamu baik-baik saja. Aku disini.”

Bisikan lembut dari Harst membawa kembali Ezra pada kesadarannya. Kedua tangan Harst menyentuh wajahnya, mengusapnya dengan hati-hati— begitu pelan dan lembut seolah ia takut membuatnya rusak.

Ezra membawa tangannya yang masih gemetar bergerak mengusap air mata yang jejaki wajah Harst. “Maaf,” bisiknya pelan. "Maafkan aku.”

Harst menggeleng pelan. Ia membawa wajahnya semakin mendekat pada Ezra, mengecup kedua mata kekasihnya yang terpejam. Bibirnya terus bergerak bubuhkan banyak kecupan di setiap sisi wajah Ezra sebelum berhenti cukup lama di bibir Ezra yang kering.

Semuanya telah membaik.

Bahkan jika warna yang Ezra miliki telah pudar. Bahkan jika yang tersisa dari Ezra adalah abu-abu. Bahkan jika cahaya yang Ezra punya padam tertutup perban yang selimuti lukanya, itu tidak berarti apapun untuk Harst. Karena bagaimana pun keadaannya, Ezra tetaplah Ezra—lelaki yang Harst cintai lebih dari apapun, lelaki yang akan Harst cintai dalam keadaan apapun. Itu adalah Ezra. Hanya Ezra.

“Aku mencintaimu. Sangat mencintai kamu.”

Harst mengusap kedua pipi Ezra, berikan senyuman yang ia harap cukup untuk tenangkan kekasihnya dari ketakutan yang menyiksanya. “Aku tahu. Aku pun mencintai kamu, Ezra. Karena itu, kita akan terus bersama. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, ya? Aku akan selalu ada di sisi kamu. Aku tidak akan pergi kemana pun, begitu pun kamu.”

Ezra mengangguk kecil. Ia membawa tubuh Harst ke dalam dekapannya—mendekapnya begitu erat seolah itu adalah satu-satunya cara untuk ia bertahan hidup.

Harst adalah tempat Ezra bertahan hidup, tempat ia akan habiskan seluruh sisa hari yang ia punya, satu-satunya tempat aman yang mampu redakan nelangsanya.

Harst adalah segalanya, yang paling penting dalam hidupnya, yang paling dicintainya.

bottom of page