top of page

Create Your First Project

Start adding your projects to your portfolio. Click on "Manage Projects" to get started

I Turned Into A Merman!

Fanfiction

by Angguunnn_10

Date

September 2024

Aeternus Daim. Sebuah tempat di neraka yang penuh dengan kekosongan, tidak ada orang disana, tidak ada penduduk dan tidak ada bangunan yang tercipta. Tetapi, ada sebuah istana megah terbangun di tengah-tengah tanah kosong tersebut.

Istana megah tersebut hanya diisi oleh empat orang, merekalah penguasa Aeternus Daim, para penguasa dari tanah kekosongan di neraka.

Kini dua penguasa kerajaan kosong tersebut tengah berkutat di dapur istana mereka, berotak-atik dengan peralatan dapur, tepung dan bahan membuat kue lainnya untuk merayakan ultah tahun putra sulung mereka.

Sebelumnya di dapur tersebut terdapat si anak sulung dan bungsu yang juga membuat kue bersama mereka namun karena kejadian tidak terduga yakni, Raguel yang tanpa sengaja ketumpahan tepung akhirnya mereka dibawa keluar dari area tempur itu.

Luciel atau bisa dipanggil Lucifer saat ini tengah membersihkan peralatan dapur yang baru saja mereka gunakan, melirik sejenak ke adik laki-laki yang juga adalah suaminya yang sedang menghias kue ulang tahun dengan buah-buahan segar yang belum lama mereka petik.

Lelaki dengan helaian pirang tersebut bersiul senang menatap mahakaryanya yang telah selesai, ia mengelap pelipis dengan punggung tangan dan membusungkan dada bangga atas kerja kerasnya dalam membuat kue untuk putra tersayang mereka.

Luciel pun mendekat, ikut menatap kue yang kini telah terhias dengan indah kemudian menatap Michael lantas tersenyum kecil.

“Ah. Aku akan melihat Ramiel dan Raguel dulu.”

Michael pun melepaskan apron dan meletakkannya kembali kemudian pergi dari dapur meninggalkan Luciel sendiri dengan kue yang baru saja ia buat. Manik biru tersebut menatap lamat kue yang ada di depannya dan berpikir untuk mencicipinya sedikit.

Senyum kecil tercetak di wajah tampannya dan segera ia mengambil piring serta garpu dan tak lupa juga pisau untuk memotong kue tersebut. Setelah mendapatkan kue, ia segera menyantapnya dengan lahap.

Berteriak kecil merasakan bagaimana enaknya kue tersebut, rasa dari buah-buahan serta krim yang manis sangat menyatu dengan kue rasa vanilla itu.

Baru saja ia akan menyantap suapan ketiga, ia merasakan tubuhnya menjadi aneh, seolah ada yang bereaksi di dalamnya dan kesadarannya menurun drastis membuat tubuhnya lemah seketika dan kakinya terasa mati rasa, Luciel pun jatuh ke lantai dan menjatuhkan piring berisi sepotong kue itu lantai.

Matanya lantas terpejam dan ia tak sadarkan diri.

Entah berapa lama ia tidak sadarkan diri dan terbaring di lantai dingin dapur, kini ia merasakan seseorang mengguncang bahunya dengan cukup kuat diiringi dengan tepukan pelan pada pipi serta suara seseorang memanggilnya.

Perlahan ia membuka mata, rasa sakit pada kepala langsung terasa kala manik birunya menangkap cahaya dari lampu dapur dan refleks tangannya memegangi kepalanya yang sedikit berat. Hal yang pertama kali ia lihat kala penglihatannya kembali seperti semula adalah ekspresi khawatir dari Michael serta anak-anaknya, semua memandangnya dengan takut dan cemas membuat ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

Namun seolah tidak menemukan jawaban, ia pun menatap Michael dengan tatapan bertanya. Si surai pirang yang mengerti tatapannya itu pun membuka mulut untuk menjelaskan tetapi terpotong oleh suara anak kecil di sebelahnya.

“Ayah menjadi duyung!”

“Ramiel!..”

Luciel melihat ke bawah, memang sejak tadi ia tidak bisa merasakan kedua kakinya, seolah ia lumpuh dan mati rasa lantas ia menyingkirkan celana yang ia kenakan kemudian melihat tubuh bawahnya sendiri.

Sisik dan sirip berwarna hitam adalah hal yang ia lihat pertama kali kala menatap bagaimana kini kedua kakinya telah berubah menjadi sebuah ekor ikan berwarna hitam, ia terdiam dengan isi kepala berusaha mencerna apa yang terjadi, hal yang ia ingat terakhir adalah ia mencicipi kue ulang tahun untuk putra sulungnya.

Ah! Kue!

Segera Luciel menatap piring dan kue yang jatuh berserakan dilantai. Pasti karena ia memakan kue tersebut dan membuatnya menjadi manusia setengah ikan. Lelaki yang tengah kebingungan tersebut menatap adiknya yang juga tengah menatapnya khawatir dan seolah mengerti, Michael menganggukkan kepalanya.

“Sepertinya ada yang memasukkan ramuan ke adonan kue itu tanpa sepengetahuan kita dan dia adalah..”

Michael menatap anak pertamanya yang memainkan jemari, tak lupa senyum canggung serta keringat di pelipisnya, dalam hati Ramiel berteriak semoga setelah ini ia tidak dihukum oleh ayah dan papanya.

“Aku tidak sengaja..

Ya, benar. Tidak mungkin Raguel melakukannya karena masih bayi, Luciel menghela nafas lelah dan jika seperti ini bagaimana ia bisa bergerak, berdiri saja tidak bisa.

Michael pun bangkit, menaruh lengan di punggung serta ekor kakaknya dan membawanya keluar dari dapur diikuti oleh Ramiel yang juga membawa Raguel digendongnya, Luciel tidak habis pikir bagaimana ini bisa terjadi di hari ulang tahun putranya.

Kini ia berada di atas kasur, pakaiannya telah berganti menjadi atasan putih polos dan ia tengah memperhatikan bagaimana Raguel tengah bermain-main dengan ekor ikannya sementara Michael yang sibuk membaca buku guna mencari ramuan yang bisa membuat Luciel kembali seperti semula, tentu saja dibantu oleh Ramiel sebagai hukuman kecil karena telah memasukkan ramuan aneh ke kue itu.

Luciel menggendong Raguel dan mengelus kepala lalu memeluknya, melihat bagaimana bayi mungil itu menguap karena lelah bermain sejak beberapa saat lalu.

Mata biru itu menatap ekornya sendiri, berpikir bahwa ada baiknya jika ia ditaruh di sebuah akuarium besar atau kolam yang penuh air ketimbang ditaruh di atas kasur seperti ini. Selayaknya ikan, sisiknya sedikit mengeluarkan bau yang amis dan sedikit berlendir ketika di sentuh dan jika seperti ini ia akan mengotori kasur.

“Mika..”

Luciel memanggil Michael yang tengah sibuk dengan bukunya, tak lama ia mendapat jawaban singkat dan di ikuti oleh Ramiel yang mendekatinya di ranjang.

“Kau butuh sesuatu ayah?”

Luciel terdiam sejenak, sebenarnya dia sudah memikirkan hal ini sejak beberapa saat yang lalu seraya melihat bagaimana kasurnya kotor, Luciel pun membuka suaranya.

“Mika, kenapa kau tidak menaruhku di sebuah kolam atau mungkin akuarium besar?”

Michael kini mengalihkan pandangannya dari buku-buku yang ia baca, Ramiel pun juga menatap sang ayah dengan raut herannya namun mata ungu itu menatap kasur kamar tidur yang basah dan terdapat lendir di sana, sebenarnya tampak menjijikkan.

Dan bisa-bisanya adiknya tidur di kasur itu.

Ramiel menatap sedikit jijik dan dengan inisiatif ia mengangkat adiknya dari ranjang kemudian meletakkannya di ranjang bayi tempat ia berada seharusnya kemudian ia melihat ayah dan papanya yang sepertinya tengah berbincang.

“Apa maksudmu?”

“Kasur kita kotor dan sisik ini lama-lama mengeluarkan lendir putih aneh.. jadi lebih baik kau menaruhku di kolam.”

Michael melihat kemudian menganggukkan kepala, ia segera bangkit lalu keluar kamar untuk mencari wadah akuarium besar untuk Luciel, kini tersisa Ramiel dan Luciel di kamar. Ramiel pun mendekati ranjang tempat Luciel berada, ia berinisiatif duduk di sebelah sang ayah.

Mata ungu itu menatap ekor ikan Luciel dengan serius, ia sebenarnya penasaran mengapa hanya karena satu ramuan itu, ayahnya berubah menjadi makhluk setengah ikan dan setengah manusia.

“Maafkan aku ayah.”

Luciel menatap putra sulungnya, ia dapat melihat bagaimana Ramiel menunduk dengan tangan terkepal di atas pahanya, sepertinya dia benar-benar merasa bersalah atas apa yang telah terjadi pada dirinya. Jujur saja, Luciel tidak terlalu mempermasalahkan hal ini selama ia bisa kembali seperti semula.

Tangan Luciel terulur dan mengelus rambut hitam malam milik putra sulungnya, Ramiel yang dielus kepalanya mendongak dan menatap sang ayah, ia dapat melihat bagaimana ayahnya tersenyum kala menatap matanya.

“Tidak apa. Tapi lain kali jangan mengulanginya lagi, bagaimana jika yang memakan kue itu orang lain? Kau akan terkena masalah nanti.”

Ramiel memilih diam dan menjawab dengan anggukan kepala pelan, ia masih menatap mata sang ayah dengan lekat sebelum akhirnya bangun dari ranjang.

Kemudian suara pintu kamar yang terbuka terdengar diiringi suara sesuatu yang didorong, Michael masuk dengan membawa wadah kaca besar berisi air yang entah ia dapat darimana. Luciel menatap terkejut kala melihat akuarium tersebut berada di samping ranjangnya.

“Kau dapat darimana?”

“Aku menemukannya disekitar sini.”

Luciel menganggukkan kepalanya, tak lama Michael mendekat dan kembali menyelipkan tangan dipunggung serta ekornya—sejujurnya, Luciel masih merasa aneh menyebut tubuh bagian bawahnya dengan sebutan ekor.

Perlahan tubuhnya ditaruh di dalam akuarium tersebut, merasakan air yang dingin menyentuh kulit membuat ia sedikit merinding, ia melihat sekitar di mana seluruh pandangannya dihalangi oleh sebuah kaca, sedikit sulit untuknya melihat sesuatu dengan jelas.

“Apa kau bisa berenang, Luci?”

“Bisa. Memang kenapa?”

“Aku sedikit ragu jika kita akan menemukan penawarnya dalam waktu dekat dan aku takut kau lelah hanya duduk di dalam akuarium itu dalam waktu lama, jadi aku berencana membawamu pantai.”

Apa yang dikatakan Michael ada benarnya, ia tidak bisa duduk di dalam akuarium ini berjam-jam karena itu akan membuat pegal, cara satu-satunya adalah melepaskannya ke tempat yang lebih luas, seperti laut atau kolam.

Namun sayang di tempat tinggal mereka tidak ada kolam, mau tak mau, Luciel harus ditempatkan sementara di laut terdekat.

“Kau benar. Aku setuju.”

“Yakin? Kau tidak merasa keberatan?”

Luciel menganggukkan kepala patuh dan tersenyum kepada Michael yang juga dibalas oleh sebuah senyuman. Michael memilih kembali ke mejanya, kembali berkutat dengan buku-buku dibantu oleh sang anak sulung, sementara Luciel hanya menatap dari balik kaca akuariumnya.

Kini, bulan telah bersinar terang dilangit malam, sinarnya menyinari tanah kekosongan “Aeternus Daim” dan karena telah memasuki waktu malam, suhu pada dataran ini akan menurun hingga ke titik di mana udara malam terasa sangat dingin.

Biasanya dia akan merasa dingin jika dia dalam wujud sebenarnya namun malam ini sepertinya tidak, entah mengapa dia tidak terganggu oleh dinginnya udara malam di Aeternus Daim ini, mungkin karena tengah dalam wujud setengah ikan membuatnya sedikit kebal terhadap rasa dingin.

Ia melihat sekitar, mendapati kedua putranya sudah tertidur pulas di atas kasur, terutama Ramiel yang sudah terbaring dengan buku-buku di sekitarnya. Matanya bergulir menatap Michael yang masih berkutat dengan buku-buku, penampilannya telah berganti dengan menggunakan pakaian tidur serta memakai selimut.

Suhu dingin Aeternus Daim memang tidak bisa diremehkan.

Merasa ditatap, Michael mengalihkan pandangannya dari buku yang tengah ia baca dan mendapati bahwa Luciel tengah menatapnya dari akuarium. Si lelaki dengan helaian pirang berinisiatif mendekat.

“Kau lelah, Luci?”

“Sedikit. Apa aku harus tidur di akuarium ini malam ini?”

“Mau tak mau..”

Luciel menganggukkan kepala, dia berpikir apakah dia bisa tertidur di akuarium yang terdapat air ini dan di udara yang cukup dingin walau dia tidak merasa kedinginan.

Tangan Michael menyentuh kaca akuarium, menatap lamat wujud kakaknya yang kini sedikit berbeda namun entah mengapa unik dan menarik, tapi dia tetap tidak bisa membiarkan Luciel dalam keadaan seperti ini, bisa-bisa terjadi hal yang tidak diinginkan dimasa depan jika Luciel tetap dalam wujud setengah ikannya.

Michael bertekad jika besok dia harus sudah menemukan petunjuk agar bisa membuat Luciel kembali seperti semula.

Entah berapa lama ia melamun tapi yang pasti ia telah mendapati Luciel yang sudah terlelap dalam akuarium, berbantalkan lengannya sendiri yang bertumpu pada ekor ikannya Luciel tertidur pulas.

“Mimpi indah, Luci.”






Suara roda berputar terdengar disepanjang jalan di tanah kosong Aeternus Daim. Disana terdapat dua orang tengah berjalan menuju area pantai dengan membawa beberapa perlengkapan.

Ramiel menggendong adik kecilnya yang tengah tidur siang seraya mengikuti sang papa dari belakang, Michael sendiri tengah mendorong akuarium besar yang ada Luciel di dalamnya dengan menggunakan alat bantu.

Rencana siang ini adalah membawa Luciel ke pantai lalu menaruhnya dilaut agar ia dapat bergerak bebas, tentu saja diawasi oleh Michael sendiri. Hitung-hitung berlibur sekaligus merayakan ulang tahun sang putra sulung dengan mengajaknya jalan-jalan karena pesta kecil-kecilan yang mereka rencanakan kemarin gagal total akibat kejadian tidak terduga.

Kini mereka berempat telah sampai di pantai, Michael segera menaruh barang-barang dan Ramiel menyiapkan alas untuk mereka duduk. Setelah selesai ia dan adiknya duduk dialas tersebut seraya melihat papa mereka yang membawa ayah mereka ke pinggir laut.

Michael mendudukkan Luciel di air laut, kemudian berjongkok dan melihat kakaknya yang perlahan memasuki air kemudian berenang.

Rencananya mereka akan berada di pantai ini sampai sore hari seraya Michael mencari ramuan penawarnya. Si lelaki dengan rambut pirang ini berdiri, mendekati kedua putranya yang sama-sama tengah bermain pasir, ia melihat bagaimana telatennya Ramiel menjaga adik kecilnya walau anak muda itu juga sesekali ikut bermain.

Michael memilih duduk di dekat keduanya, mengambil buku-buku yang ia bawa seraya mengawasi kedua putra dan kakaknya.

Matahari bersinar terang menyinari lautan di tanah kekosongan ini, Luciel berenang sedikit untuk melihat dasar laut dan sekitarnya, laut itu hanya berisi pasir dan tanah, tidak ada terumbu karang atau hewan-hewan laut lainnya. Wajar saja, ini adalah tanah kekosongan, salah satu tempat di neraka, tidak ada yang hidup disini kecuali mereka berempat.

Luciel masih terus berenang, namun ia tetap berhati-hati agar tidak pergi terlalu jauh. Suhu air sangat dingin walau sinar matahari tampak panas diatas sana. Selama berenang Luciel baru menyadari satu hal bahwa dia dapat bernafas di dalam air, dia bahkan dapat dengan mudah menggerakkan ekor serta tubuhnya untuk berenang walau rasanya sedikit berbeda dengan ketika berenang menggunakan kaki.

Yah, dia cukup menyukai ini walau awalnya terasa aneh dan tidak nyaman.

Tanpa terasa hari sudah hampir gelap, matahari telah berada diujung cakrawala dan akan segera tenggelam, langit telah berwarna jingga tanda sudah memasuki waktu sore hari. Luciel kembali ke tepi laut, duduk di perbatasan antara pantai dan air.

Manik mata biru menatap pemandangan laut yang indah namun tampak kosong, tak lama ia mulai merasakan seseorang berdiri di sebelahnya, Luciel mendongak mendapati Michael berdiri tepat di sebelahnya.

“Anak-anak mana?”

“Mereka tertidur.”

“Begitu.. kau sudah menemukan penawarnya?”

Michael menoleh kemudian memberikan senyuman percaya dirinya yang langsung dibalas dengan senyuman oleh Luciel, sepertinya adik laki-lakinya ini telah menemukan penawarnya dan dalam beberapa saat ke depan ia akan kembali menjadi Luciel yang sebenarnya.

Tubuhnya kembali diangkat oleh Michael dan kemudian dibawa kembali menuju akuarium yang mereka bawa ke pantai ini. Luciel menatap kedua putranya yang telah tertidur lelap karena kelelahan bermain.

Mereka berempat pun pulang menuju kastil besar yang berada di tanah kosong ini.

Setelah sampai dan membersihkan diri, Michael segera menuju kamar mereka, mengambil beberapa barang dan bahan untuk membuat penawar. Ia mencampurkan bahan-bahannya, mengikuti instruksi dari buku yang telah ia baca selama satu hari penuh.

Memotong, mengaduk dan sebagainya sembari diperhatikan oleh Luciel dari akuariumnya, si pemuda dengan helaian platinum ini hanya diam melihat adiknya yang tengah serius membuat penawar untuknya.

Ia menguap, matanya terasa berat dan tubuhnya lelah akibat terlalu banyak berenang. Ia jarang berenang namun sekalinya berenang ia langsung mengitari sisi lautan selama beberapa kali putaran, untung saja ia dalam wujud setengah ikan ini, jika tidak mungkin ia sudah akan mati kelelahan.

Perlahan mata Luciel terpejam, ia kembali tertidur di dalam akuarium besar itu berbantalkan kedua tangannya, dengkuran halus terdengar namun tidak mengganggu Michael yang tengah sibuk dengan kegiatannya.





“Luci! Bangunlah!”

Teriakan kecil menyerukan namanya membuat ia sedikit terganggu, Luciel mengerang pelan kemudian membuka mata guna melihat sekitar. Ia mendapati Michael berdiri tepat di depannya dengan ekspresi wajah yang senang membuat Luciel menatap heran pada adiknya.

“Ada apa, Mika?”

Tubuh Luciel diangkat secara tiba-tiba kemudian diletakan di lantai, Michael berlutut di depannya dengan tangan mengulurkan sebuah botol kaca kecil yang berisi cairan berwarna biru muda di dalamnya.

Luciel bisa mengerti bahwa itu adalah ramuan yang akan mengembalikannya seperti semula, jadi Michael sudah berhasil menciptakan ramuan tersebut.

Tangannya mengambil ramuan itu, membuka tutup botolnya kemudian mengamatinya sesaat kemudian manik birunya kembali menatap Michael dengan sedikit ragu.

“Tidak apa. Tidak ada efek samping apapun, percaya padaku.”

Tangan Michael memegangi bahu Luciel untuk memberikan keyakinan, si lelaki dengan helaian platinum ini hanya menganggukkan kepala.

Kemudian diminumnya ramuan itu dalam sekali tenggak, rasa aneh memenuhi rongga mulut hingga ke tenggorokan membuat Luciel akan muntah namun ia menutup mulutnya guna menahan agar ramuan itu tidak keluar dari mulut walau tenggorokannya sedikit menolak untuk menelannya.

Akhirnya semua ramuan itu telah tertelan, ia belum merasakan apapun dan kemudian menatap Michael yang hanya tersenyum seraya memberikan segelas air padanya.

“Tunggu beberapa saat dan kau akan kembali seperti semula.”

Michael mengambil gelas air yang telah kosong kemudian bangkit, berencana menaruh gelas itu kembali ke meja sebelum ia mendengar satu suara yang cukup mengagetkan dari belakangnya.

Segera ia menoleh. Manik mata biru membelalak lebar menatap Luciel dengan terkejut, pasalnya ekor ikan yang tadi berada ditubuh bagian bawah Luciel telah menghilang, berganti menjadi sepasang kaki manusia yang normal seperti sebelumnya, tidak cacat ataupun luka.

Michael segera mendekat, memeluk sang kakak dengan erat seraya membenamkan wajahnya di bahu lelaki dengan helaian platinum di dekapannya, yang dipeluk hanya tersenyum kemudian membalas pelukan hangat tersebut.

Pelukan itu akhirnya terlepas, tangan besar Michael mengelus rambut platinum milik Luciel dengan lembut. Ia merasa senang karena ramuannya berhasil tanpa kegagalan sama sekali dan kini kakaknya telah kembali seperti semula.

Michael segera mengambil selimut tebal, menyelimuti tubuh Luciel kemudian membawanya ke ranjang, udara malam di Aeternus Daim benar-benar sangat dingin.

“Akhirnya aku dapat merasakan kedua kakiku.”

“Pfft—kau benar. Tapi, sepertinya kau tidak terlalu risih selama dalam wujud duyung itu?”

“Karena aku tidak pernah berenang sebebas itu sebelumnya, walau di pantai tidak ada apapun tapi setidaknya aku bisa merasakan hal menyenangkan!”

Luciel menatap mata adiknya dan kemudian tersenyum, tangannya mengelus punggung tangan Michael dengan lembut.

“Dan terima kasih, Mika. Kau telah membantuku.”

“Tak perlu berterima kasih, aku dengan senang hati melakukannya.”

bottom of page